SUBANGPOST.COM — Sebuah peternakan ayam petelur di Kampung Cipetir, Desa Sarireja, Kecamatan Jalancagak, tengah menjadi sorotan warga dan berbagai pihak.
Dugaan pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah peternakan, baik air maupun udara, memicu reaksi keras dari masyarakat.
Investigasi SubangPost mencoba menelusuri lebih dalam akar persoalan yang selama bertahun-tahun dinilai luput dari pengawasan ketat.
Pada Kamis (tanggal disesuaikan), rombongan yang terdiri dari unsur Polsek, LSM, media lokal, ormas Pemuda Pancasila, serta puluhan warga mendatangi lokasi peternakan yang berdiri sejak tahun 2016 tersebut.
Kehadiran mereka menindaklanjuti keluhan warga dan viralnya isu pencemaran di media sosial.
Limbah Peternakan Diduga Merusak Ekosistem Air
Menurut keterangan sejumlah warga, air yang biasa digunakan untuk kebutuhan harian menjadi keruh dan berbau sejak beroperasinya peternakan tersebut.
“Sudah lama kami rasakan dampaknya. Air sumur berubah warna dan baunya menyengat. Tapi perjuangan kami sebelumnya selalu kandas, seolah-olah ada yang membela perusahaan,” ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.
Catatan subangpost.com menunjukkan bahwa sejak 2017, warga pernah mengajukan protes melalui jalur resmi, namun tidak ada tindak lanjut yang signifikan. Bahkan beberapa warga menduga adanya keberpihakan oknum aparat desa terhadap pihak perusahaan.
Pemerintah Desa Dinilai Pasif, BPD Diduga Memotong Aspirasi Warga
Saat dikonfirmasi di kantor desa, Kepala Desa Sarireja, Nugraha, menyatakan bahwa kotoran ayam dari peternakan tersebut bermanfaat bagi para petani sebagai pupuk organik.
“Airnya sejauh ini masih normal, belum ada laporan resmi dari warga,” ujarnya.
Namun ia enggan mendampingi warga melakukan kontrol langsung ke kandang peternakan, dengan alasan yang tidak dijelaskan secara rinci.
Di lokasi, ketegangan sempat memuncak ketika perwakilan warga mencoba menyampaikan dampak nyata pencemaran kepada rombongan, namun pernyataan mereka beberapa kali dipotong oleh Nono, anggota BPD.
Kejadian ini sempat terekam kamera warga dan tersebar di beberapa grup media sosial. Polisi akhirnya turun tangan untuk meredam situasi dan meminta warga membubarkan diri demi mencegah konflik lebih lanjut.
“Kenapa suara kami tidak boleh didengar? Bukankah BPD seharusnya mewakili kepentingan rakyat, bukan perusahaan?” keluh seorang warga saat meninggalkan lokasi.
Menanti Sikap Tegas Pemerintah Daerah
Warga kini menggantungkan harapan pada kepemimpinan Bupati dan Gubernur baru, Bp. KDM, untuk mengambil langkah tegas dan adil. Mereka meminta audit lingkungan secara independen serta peninjauan ulang izin operasional peternakan.
Investigasi SubangPost akan terus menelusuri data izin lingkungan, hasil uji laboratorium air, serta keterlibatan pihak-pihak terkait.
Apakah benar ada unsur pembiaran atau bahkan keberpihakan terhadap kepentingan usaha dibanding keselamatan lingkungan dan warga?
Reporter: Jamaludin/Abdul Rohman