SUBANGPOST.COM – Tawa anak-anak di SDN Karokrok, Desa Jatiragas, Kecamatan Patokbeusi, Kabupaten Subang, sering kali terhenti setiap kali hujan deras turun. Ruang kelas yang seharusnya menjadi tempat nyaman untuk belajar berubah menjadi genangan air. Anak-anak terpaksa mengangkat kaki mereka agar sepatu dan buku tidak basah.

Pemandangan itu mengetuk hati para orangtua dan tokoh masyarakat setempat. Mereka tidak tega melihat putra-putrinya belajar dalam kondisi tak nyaman. Dari situlah, muncul kesepakatan bersama untuk bergotong royong membuat saluran air di sekitar sekolah.
Yang menarik, inisiatif ini bukan berasal dari pihak sekolah. Tidak ada pungutan, tidak ada kewajiban. Semua murni lahir dari kepedulian para orangtua dan warga sekitar. Ada yang menyumbang tenaga, ada yang menyumbang materi, bahkan ada yang sekadar menyumbang ide. Semua dilakukan demi satu tujuan: memastikan anak-anak bisa belajar dengan tenang.
Asep, salah seorang orangtua murid, mengaku lega karena kedua anaknya bisa bersekolah di SD negeri tanpa biaya pungutan.
“Sekolah tidak pernah meminta apa pun. Tapi kami para orangtua sepakat membantu karena sekolah sering banjir. Ini murni inisiatif kami, bukan dari sekolah,” ujarnya.
Kondisi ini sejalan dengan aturan yang berlaku. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional secara tegas menyatakan, sekolah negeri tidak boleh melakukan pungutan.
Pungutan berbeda dengan sumbangan. Pungutan bersifat wajib, mengikat, dan ditentukan jumlah serta waktunya oleh sekolah. Sementara sumbangan sifatnya sukarela, tidak memaksa, dan tidak ditentukan pihak sekolah.
Dalam aturan juga ditegaskan, pungutan tidak boleh membebani orangtua yang tidak mampu, tidak boleh terkait dengan syarat akademik, serta tidak boleh untuk kepentingan pribadi komite sekolah. Sebaliknya, sumbangan harus dilaporkan secara transparan dan bisa dipertanggungjawabkan.
Langkah gotong royong warga Subang ini pun mendapat apresiasi dari Dewan Pendidikan Kabupaten Subang. Pajar Trengginas menilai, selama inisiatif masyarakat tidak dibenturkan dengan pihak sekolah dan tetap sesuai aturan, hal itu sejalan dengan semangat Subang Ngabret, Ngawangun Bareng Rakyat.
Pada akhirnya, kisah dari Desa Jatiragas, Kecamatan Patokbeusi ini menunjukkan bahwa membangun pendidikan tidak melulu soal regulasi. Di balik larangan pungutan di sekolah negeri, masih ada jalan kebaikan berupa sumbangan sukarela yang lahir dari hati.
Gotong royong orangtua dan warga menjadi bukti, kepedulian bersama mampu menghadirkan ruang belajar yang lebih layak bagi anak-anak. (Red)