SUBANGPOST.COM — Sejumlah siswa kelas VIII di MTs Bakti Satria, Dusun Keboncau, Desa Ciasem Baru, Kecamatan Ciasem, Kabupaten Subang, terancam putus sekolah akibat belum mampu melunasi tunggakan biaya pendidikan sejak awal tahun ajaran.
Warsid, walimurid asal Dusun Keboncau, RT 003/RW 002, Desa Ciasem Baru, Kecamatan Ciasem, Kabupaten Subang, mengaku kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari, terlebih untuk membayar biaya sekolah anaknya, Farhan, yang kini menunggak sebesar Rp1.100.000.
“Jangankan untuk bayar sekolah, untuk makan sehari-hari saja kami masih kekurangan,” ungkap Warsid saat ditemui SubangPost, Minggu (11/5).
Warsid berharap pemerintah, khususnya Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dapat memberikan perhatian dan bantuan terhadap anak-anak yang terancam putus sekolah karena keterbatasan biaya.
“Kami memohon bantuan dari Bapak Gubernur atau pihak berwenang agar anak kami bisa terus sekolah tanpa rasa malu,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.
Kepala MTs Bakti Satria, Haeryadi, membenarkan adanya tunggakan biaya dari sejumlah siswa. Ia menyebutkan keterbatasan anggaran menjadi alasan sekolah masih membebankan sebagian biaya pendidikan kepada orang tua murid.
“Bantuan dari pemerintah belum cukup untuk menutupi seluruh kebutuhan operasional sekolah, termasuk untuk membayar honor guru,” ujarnya.
Haeryadi berharap adanya perhatian lebih dari pemerintah, baik daerah maupun pusat, untuk menjamin kelangsungan pendidikan siswa, khususnya dari keluarga tidak mampu.
Kesenjangan Anggaran dan Mutu Pendidikan Madrasah
Pengamat pendidikan Wahyu Heryanto, S.E., M.M., menyatakan bahwa masalah pembiayaan di madrasah, terutama swasta, sangat bergantung pada dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dari pemerintah. Namun, dana tersebut dinilai belum mampu menutupi seluruh kebutuhan sekolah.
“Madrasah swasta masih tertinggal dalam hal fasilitas dan pendanaan jika dibandingkan dengan sekolah negeri. Banyak guru madrasah swasta digaji di bawah UMR, dan sarana seperti ruang kelas, laboratorium, serta perpustakaan masih minim,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa ketimpangan ini dapat berdampak pada mutu pendidikan dan motivasi tenaga pendidik.
DPR dan Kemenag Dorong Perbaikan Alokasi Anggaran
Persoalan keterbatasan anggaran madrasah telah menjadi perhatian Komisi VIII DPR RI. Anggota Komisi, Abdul Fikri Faqih, menegaskan bahwa efisiensi anggaran Kementerian Agama tidak boleh berdampak pada pendidikan, termasuk program BOS dan BOP.
Kementerian Agama juga menyatakan komitmennya memperjuangkan alokasi anggaran yang lebih adil. Dirjen Pendidikan Islam, Amien Suyitno, menyebutkan bahwa pihaknya telah melakukan berbagai langkah strategis agar kebutuhan madrasah lebih diperhatikan.
“Mayoritas madrasah di Indonesia berstatus swasta dan masih sangat bergantung pada dana swadaya yang tidak menentu. Kami terus mendorong agar anggaran madrasah tidak hanya dipertahankan, tetapi juga ditingkatkan,” ujar Amien.
Menurutnya, madrasah memiliki peran strategis dalam pendidikan nasional karena tidak hanya menjalankan kurikulum umum, tetapi juga menanamkan pendidikan agama dan nilai-nilai moderasi beragama. (Red)
Catatan Redaksi:
Informasi dalam berita ini dihimpun dari berbagai sumber terpercaya guna memberikan laporan yang akurat dan berimbang.