SUBANGPOST.COM – Syekh Magelung sakti dalam cerita dan tradisi Cirebon disebutkan sebagai seorang laki-laki Mesir yang gondrong sejak lahir, sumber lain ada yang menyatakan dari negri Syam. Beliau dikisahkan berkelana dari satu tempat ke tempat yang lain demi untuk mencari seseorang yang mampu memotong rambut gondrongnya, ia sendiri dan bahkan guru-gurunya tidak mampu memotong rambut panjangnya.
Cerita Syekh Magelung sakti ini mirip dengan kisah bocah gimbal di lereng gunung Dieng, dimana rambut bocah gimbal tersebut tidak boleh sembarangan memotongnya, sebab jika dipotong dengan tanpa perhitungan yang matang bisa menyebabkan sakit atau bahkan bisa menyebabkan kegimbalan rambut bocah yang bersangkutan semakin menjadi-jadi.
Tidak ada kejelasan mengenai siapa nama asli dari Syekh Magelung Sakti, nama Syekh Magelung sakti sendiri sebenarnya merupakan julukan yang mempunyai maksud adalah seorang Syekh (Kiyai) yang memiliki rambut panjang yang digelung.
Dan karena rambut panjangnya tersebut kebal atau tidak mempan dicukur maka untuk kemudian dikatakan sakti.
Kelainan yang di alami oleh Syekh Magelung Sakti ini pada nyatanya membuat beliau tak nyaman, dari rasa ketidak nyamanan itu beliau kemudian meninggalkan negeri Mesir untuk berkelana mencari seseorang yang sanggup memotong rambutnya.
Namun, setiap negeri yang ia datangi belum ada satu orangpun yang sanggup dan bisa memotong rambut panjangnya.
Kisah pengembaraan Syekh Magelung Sakti ini kemudian terhenti di daerah yang bernama Cirebon, sebab ketika beliau menginjakan kaki di Cirebon ternyata Sunan Gunung Jati mampu memotong rambut Gondrongnya, beliau pun kemudian berguru kepada Sunan Gunung Jati.
Setelah menjadi murid Sunan Gunung Jati, Syekh Magelung Sakti dikisahkan banyak membantu kemajuan Kesultanan Cirebon. beliau kemudian diangkat oleh Sultan Cirebon menjadi penguasa di Desa Karang Kendal sebagai hadiah dari jasa-jasanya, dan setelah menjabat sebagai penguasa Karang Kendal, beliau juga kemudian dikenal dengan nama Pangeran Karang Kendal.
Ada kisah menarik seputar kedatangan Syekh Magelung Sakti.
Beliau mendarat di Cirebon, ketika Nyimas Ganda Sari sedang melakukan Sayembara untuk mencari Suami.
Nyimas Gandasari dalam sejarah Cirebon dikenal sebagai murid sunan Gunung Jati yang rupawan, selain rupawan beliau juga dikisahkan mewarisi Ilmu Agama dan kedigdayaan dari gurunya, akan tetapi beliau selama hidupnya memilih menjadi prawan sunti, pernah memang suatu ketika Nyimas Gandasari mengadakan sayembara dalam bentuk duel adu kesaktian untuk mencari Suami, tapi tak ada satupun yang mampu menandinginya.
Dalam Sayembara itu Nyimas Gandasari menantang para pembesar di wilayah Kesultanan Cirebon untuk bertarung dengannya.
Bagi yang mampu mengalahkannya maka imbalannya dijadikan suaminya.
Dalam Sayembara ini dikisahkan tidak ada satupun para pembesar Cirebon yang mampu mengalahkannya.
Syekh Magelung sakti yang pada waktu itu kebetulan sedang menyaksikan Sayembara itu kemudian beliau ikut terjun ke medan laga, beliau pun dikisahkan mampu mengalahkan Nyimas Gandasari.
Kesaktian Nyimas Gandasari sebenarnya bukan tanpa tanding, terbukti dari dikalahkannya Nyimas Gandasari oleh seorang pemuda Gondrong dari Mesir, namun pemuda gondrong tersebut rupanya bukan tipe pria idamannya.
Karena merasa Syekh Magelung Sakti sebagai tamu yang tak diundang, Nyimas Gandasari menolak untuk dinikahi Syekh Magelung Sakti, meskipun ia mampu mengalahkannya.
Dalam masa-masa kisruh inilah kemudian Sunan Gunung Jati yang tak lain merupakan Guru dari Nyimas Gandasari datang untuk menengahi.
Menurut legenda yang berkembang, Ganda Sari itu sebenarnya bukan nama sebenarnya namun merupakan julukan, karena memang beliau ini dikisahkan sebagai seorang wanita yang bersih, dan suka sekali menggunakan wewangian, sehingga harum tubuhnya itu semerbak berlipat-lipat, sebab memang dalam Bahasa Cirebon kata Ganda bermaksud berlipat, sementara Sari bermaksud mewangi.
Selain dikenal dengan nama Gandasari, beliau juga dikenal dengan nama Nyimas Panguragan, Panguragan sendiri merupakan nama Desa/padukuhan dimana beliau tinggal. Panguragan juga merupakan wilayah kekuasaannya yang dihadiahkan oleh Sultan Cirebon atas jasa-jasanya.
Sementara dalam sejarah Indramayu Nyimas gandasari dipercayai juga sebagai Nyi Endang Darma, Salah satu pendiri Indramayu.
Nyimas Gandasari selama hidupnya pernah menjadi Panglima Perang Kerajaan Cirebon, ia merupakan satu-satunya panglima perang wanita dalam sejarah berdirinya Kerajaan Cirebon, jasanya yang paling menonjol bagi kedigdayaan Cirebon adalah keberhasilannya membobol benteng pertahanan Kerajaan Sunda Galuh.
Sehingga berkat jasanya itu Cirebon kemudian dapat menaklukan Galuh.
Kuat dugaan, Nyimas Gandari dihadiahi wilayah kekuasaan yang sekarang dikenal dengan nama desa Panguragan itu setelah keberhasilannya dalam perang menaklukan kerajaan Galuh.
Nyimas Gandasari juga dikisahkan tidak memiliki suami, oleh karena itu hingga sekarang beliau tidak mempunyai keturunan atau pewaris.
Begitulah memang pilihan hidup Nyimas Gandasari lebih nyaman menjadi seorang Prawan Sunti, meski beliau dianugerahi wajah nan rupawan.
Sampai saat ini, makam atau kuburan Nyimas Gandasari dapat ditemui di desa Panguragan Kabupaten Cirebon.
Makamnya selalu ramai dikunjungi oleh para peziarah dari berbagai daerah di wilayah Cirebon.
Dari pertemuan pertama antara Syeh Magelung Sakti dan Sunan Gunung Jati inilah kemudian peristiwa pemotongan rambut Syekh Magelung sakti itu dilakukan.
Syeh Magelung kagum akan kesaktian Sunan Gunung Jati dan akhirnya memohon untuk diterima menjadi muridnya.
Syekh Magelung Sakti dalam sejarah Cirebon dikenal sebagai salah satu Panglima Perang Kesultanan Cirebon awal, ada berbagai versi mengenai asal-usul tokoh ini, ada yang menyatakan dari negeri Syam, ada juga yang menyatakannya berasal dari negeri Mesir.
Selepas Syekh Magelung berjasa ikut membantu menyebarkan Islam di tanah Pasundan dan juga ikut dalam berbagai pertempuran menghadapi kerajaan Pajajaran, Syekh Magelung sakti dianugerahi wilayah kekuasaan di Desa Karangkendal, oleh karena itu selain dikenal dengan nama Syekh Magelung Sakti, tokoh ini juga dikenal dengan nama Pangeran Karangkendal.
Selepas beberapa lama memerintah Karangkendal dan memasuki usia senja, Syekh magelung Sakti dikabarkan wafat. Dalam naskah Mertasinga, kewafatan Syekh Magelung Sakti didahului oleh kisah absenya Syekh Magelung sakti dari pertemuan-pertemuan yang dilangsungkan di Gunung Jati.
Syekh Magelung sakti dikisahkan dalam beberapa kali tidak mengikuti rapat-rapat pemerintahan yang dilaksanakan di Gunung Jati, oleh karena itu Sunan Gunung Jati merasa kehilangan.
Sunan Gunung Jati kemudian menanyakan kabar Syekh Magelung kepada para pejabat pemerintahan lain, namun tak ada seorangpun yang mengetahuinya.
Mendapati keadaan itu, akhirnya Sunan Gunung Jati mengutus para pejabat pemerintahan untuk mencari kabar tentang keberadaan Syekh Magelung, setelah dilakukan penyelidikan, akhirnya salah seorang pejabat yang diperintah itu melaporkan bahwa “ Di daerah Karang Kendal Telah Memancar Sinar, dibawahnya terhampar tikar, akan tetapi di atas tikar tersebut tidak ada orang yang mendudukinya, melainkan dihinggapi sekelompok burung alap-alap”.
Kabar tersebut bermakna, Syekh Magelung sakti dalam keadaan sakit dan kemudian meninggal, mendengar kabar itu Sunan Gunung Jati kemudian memerintahkan para pejabat pemerintahannya untuk mengurus jasad Syekh Magelung Sakti dengan upacara kebesaran Kerajaan sebagaimana umumnya pada waktu itu.
Syekh Magelung Sakti wafat di Karang Kendal dan dimakamkan disana, makamnya hingga kini dapat dijumpai di Karang Kendal, Sebuah desa yang kini masuk pada wilayah Kecamatan Kapetakan Kabupaten Cirebon.
Kini makam Syekh Magelung Sakti sampai sekarang masih dapat dilihat, komplek pemakamannya dikelilingi oleh tembok merah yang merupakan bangunan khas pemakaman tokoh-tokoh Kesultanan Cirebon.
Sumber : Sejarah Cirebon
Editor : Boy Salim