Lebaran dan Motivasi Spiritual Atasi Krisis Multidimensi

Google search engine

Momentum Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran selalu menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Namun, bagaimana umat Islam menyambut Lebaran Idul Fitri 2025 di tengah krisis multidimensi?

Oleh : Sacim Zein *

Lebaran Idul Fitri tahun ini dihadapkan pada suatu realitas bahwa dunia sedang tidak baik-baik saja. Hari raya yang dirayakan oleh umat Islam di seluruh dunia dibayang-bayangi kecemasan terjadinya krisis global yang tidak hanya melanda umat Islam namun manusia di seluruh dunia.

Forum Ekonomi Dunia bahkan menyebut bakal ada tiga risiko global yang membayangi ”perjalanan” ekonomi. Ekonomi dunia berada dalam situasi harap-harap cemas.

Gambaran kondisi ekonomi dunia 2025, bisa dilihat dari pandangan 900 pemimpin global di bidang akademis, bisnis, pemerintah, organisasi internasional, dan masyarakat sipil.

Pandangan mereka ini termaktub dalam The Global Risks Report 2025 edisi ke-20 yang dipublikasikan oleh World Economic Forum pada Januari 2025.

Managing Director WEF Saadia Zahidi menyebut, laporan The Global Risks Report 2025 sangat mengkhawatirkan. Dalam laporan itu, risiko krisis pada 2025 hampir seperempat responden yang disurvei (23%) menganggap konflik bersenjata sebagai risiko teratas untuk 2025.

Teori butterfly effect yang ditulis Edward Norton Lorenz bisa terjadi pada sistem perekonomian dunia sebagai akibat perang. Perang tak hanya memakan korban manusia dan fisik, tetapi kolapsnya sistem perekonomian.

Awan Kelabu Hantam Ekonomi Indonesia

Di Indonesia, ketegangan politik dunia berdampak lebih serius terhadap ekonomi dan iklim investasi. Pada awal 2025, aliran modal asing ke Indonesia mengalami penurunan dengan total modal asing yang keluar senilai Rp14,77 triliun.

Awan kelabu juga mulai menghantam sektor industri di Indonesia. Setelah penutupan pabrik tekstil marak terjadi sepanjang 2024, pada tahun ini kondisinya tak banyak berubah.

Yang paling besar adalah PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex beserta anak usahanya PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya. Pasca pailit dan kalah dalam kasasi, Sritex Group dipaksa harus menerima kenyataan harus bangkrut dan menyerahkan seluruh aset ke tim kurator.

Kemnaker RI melaporkan, pada periode Januari sampai dengan Februari tahun 2025 terdapat 18.610 orang tenaga kerja  menjadi korban pemutusan hubungan kerja atau PHK.

Dampak PHK telah merubah gaya hidup masyarakat Indonesia. Beberapa tahun terakhir, kelas menengah Indonesia menghadapi tekanan yang semakin kompleks. Sebagai bagian penting dari struktur sosial dan ekonomi, kelas menengah sering dipandang sebagai motor penggerak konsumsi dan penopang utama pertumbuhan ekonomi nasional.

Ekonomi Indonesia mengalami perlambatan yang disebabkan beberapa faktor, seperti melemahnya daya beli masyarakat, kontraksi sektor manufaktur, dan penurunan penerimaan pajak.  Deflasi tahunan yang pertama kali terjadi sejak Maret 2000, pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dari target APBN 2024.

Center of Economic and Law Studies (CELIOS) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi hanya 5,03% (year-on-year) pada triwulan I 2025. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi yang mencapai 5,11% pada periode yang sama tahun lalu.

Lebaran 2025, Harapan Menuju Indonesia Baru

Momentum Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran selalu menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Tahun ini, Ramadhan dan Lebaran jatuh pada bulan Maret dan April 2025, yang diharapkan menjadi motor utama pertumbuhan di kuartal I-2025.

Namun, berbagai data dan survei menunjukkan bahwa kemeriahan Ramadhan dan Lebaran tahun ini berpotensi redup dibandingkan tahun sebelumnya.

Konsumsi masyarakat diyakini tidak sederas tahun-tahun sebelumnya, salah satunya disebabkan oleh gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi sejak awal tahun.

Umat Islam tidak harus memaknai Lebaran Idul Fitri sebagai rutinitas kultural yang diukur secara ekonomi. Bagi umat Islam, lebaran memiliki makna yang lebih luas yang menyangkut aspek spiritual dan mentalitas.

Lebaran tahun ini seyogyanya menjadi momentum penting bagi umat Islam untuk mengatasi krisis multidimensi sebagai kondisi genting yang terjadi di berbagai bidang, termasuk ekonomi, politik, hukum, dan kepercayaan.

Setidaknya, lebaran Idul Fitri tahun ini memberi perubahan bagi individu untuk menata aspek mentalitas sebagai warga negara dan aspek spiritualitas sebagai umat beragama.

Lebaran tidak hanya menitikberatkan pada aspek keagamaan, namun harus didorong menjadi episentrum mentalitas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Makna lebaran mendorong individu untuk kembali pada kemurnian lahir dan batin.

Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, perubahan mentalitas akan memperkuat kesadaran hidup berdemokrasi, meningkatkan transparansi, dan memperkuat watak kebangsaan. Selain itu, masyarakat dan pemerintah juga perlu saling percaya dan bersatu dalam menghadapi krisis multidimensi.

* Penulis adalah seorang jurnalis. Pernah menjadi Wakil Ketua II Badan Eksekutif Mahasiswa STIE Tri Bhakti (1999), Aktivis Forum Komunikasi Mahasiswa Islam Bekasi/Forkombi (1998), Pendiri Ikatan Mahasiswa Muslim STIE Tri Bhakti Bekasi (IMMTI) 1997.

 

Bagikan Artikel