SUBANGPOST.COM – Harapan akan kesejahteraan sering kali datang seiring dengan masuknya investor ke suatu daerah. Warga berharap investasi tersebut mampu membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan roda perekonomian lokal. Namun, di balik harapan itu, tidak jarang muncul realita yang berbanding terbalik.
Salah satu contohnya terjadi di Desa Sarireja, Kecamatan Jalanjagak, Kabupaten Subang. Sejak lebih dari satu dekade terakhir, sebuah perusahaan peternakan ayam petelur bernama PT Bergh Poultry Indonesia telah beroperasi di wilayah tersebut.
Dengan luas lahan mencapai 15 hektare, kehadirannya awalnya dianggap sebagai peluang ekonomi bagi warga sekitar.
Namun, kenyataan di lapangan berkata lain.
Air Tercemar, Udara Tercemari
Di Kampung Sukamanah RT 14 RW 04, warga mengeluhkan pencemaran air dan bau menyengat yang berasal dari aliran Sungai Cibobos.
Hasil pantauan langsung di lapangan menunjukkan air sungai yang keruh serta aroma tidak sedap yang menyengat, diduga berasal dari limbah peternakan.
“Air bersih sudah tidak layak konsumsi. Bahkan mata air Cisumur sudah tercemar,” ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.
Ia menyebut bahwa meskipun sistem pengolahan limbah di lokasi peternakan sudah ada, kapasitasnya tidak mencukupi sehingga limbah meluap ke permukiman warga saat musim hujan.
Bantahan Perusahaan
Saat dikonfirmasi, II Tjahjadi, perwakilan dari PT Bergh Poultry Indonesia, menyatakan bahwa perusahaan telah memenuhi seluruh standar perizinan dan telah melakukan pengelolaan limbah sesuai regulasi yang berlaku.
“Izin kami lengkap, dan kami sudah koordinasi dengan kantor desa setempat soal kompensasi penataan limbah,” ujarnya.
Namun, kondisi nyata di lapangan menunjukkan sebaliknya. Tidak ada sistem pengolahan limbah yang terlihat jelas, dan warga masih harus hidup berdampingan dengan bau dan air yang tercemar.
Respons Pemerintah Desa
Nono, Ketua BPD Desa Sarireja, menyebut bahwa pihak desa dan perusahaan telah berupaya menangani permasalahan ini.
Salah satu langkah yang diambil adalah mengalihkan sumber mata air warga dari Cisumur ke Cikuda serta memasang jalur pembuangan limbah khusus.
“Ini bukti kami peduli terhadap lingkungan,” kata Nono dalam pertemuan dengan warga terdampak.
Namun, warga tetap mempertanyakan transparansi dan efektivitas langkah-langkah tersebut. Beberapa dari mereka menilai bahwa upaya tersebut hanya sebatas tambal sulam, tanpa menyentuh akar persoalan.
Dugaan Ketidakwajaran
Berdasarkan hasil investigasi sementara, muncul dugaan adanya kelalaian baik dari pihak perusahaan maupun aparatur desa dalam pengelolaan limbah. Ada indikasi bahwa keuntungan ekonomi lebih diutamakan daripada keselamatan lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Warga kini berharap agar pemerintah daerah dan instansi terkait turun tangan secara serius, termasuk menerapkan regulasi yang lebih ketat sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor 40/Permentan/OT.140/7/2011 mengenai pengelolaan limbah peternakan.
Catatan Redaksi: Kasus ini masih terus dikembangkan. Tim investigasi kami akan terus mengawal perkembangan di Desa Sarireja untuk memastikan keadilan dan keselamatan lingkungan bagi masyarakat setempat.
Reporter: Jamaludin/Abdul Rohman