SUBANGPOST.COM – Aroma kejanggalan tercium dari proyek rehabilitasi Jembatan Lapang Baru ruas Jalan Dangdeur–Gambarsari, Kabupaten Subang. Meski papan proyek resmi menyebutkan lokasi berada di Kecamatan Subang, faktanya pekerjaan berlangsung di depan Kantor Desa Mekarwangi, Kecamatan Pagaden Barat.
Publik pun bertanya-tanya, apakah ada permainan dalam pelaksanaan proyek yang menelan anggaran Rp281,7 juta dari APBD Subang tahun 2025 ini.
Berdasarkan data yang terpampang di papan proyek, kegiatan ini dikerjakan oleh CV Kencana Wungu melalui SPK Nomor 600.1.10/JB.21/Bid.Jemb-DPUPR/SPK/2025 dengan waktu pelaksanaan 120 hari kalender. Namun, di lapangan pekerjaan yang seharusnya sesuai standar teknis justru dinilai asal-asalan.

“Sejak awal pembangunan, aliran sungai itu tidak pernah dikeringkan. Pondasi dipasang dalam keadaan air penuh. Ini jelas melanggar spesifikasi teknis yang ditetapkan pemerintah,” ujar A. Suryadi, Sekretaris Umum DPP LSM PPK Bhineka, dengan nada tegas.
Kecurigaan publik kian menguat: apakah kontraktor sengaja melakukan praktik curang?
Indikasi Main Mata
Aktivis pemerhati kebijakan publik, Deden, yang turut meninjau lokasi, bahkan menduga ada indikasi main mata antara kontraktor dengan pihak terkait.
“Saya melihat langsung. Batu belah hanya ditancapkan di air yang masih tergenang. Tidak ada adukan semen basah, hanya taburan semen kering. Proyek ratusan juta kok dikerjakan begini? Ini jelas bukan soal ketidaktahuan teknis, melainkan permainan untuk menghemat biaya dan mengeruk keuntungan sebesar-besarnya,” katanya.
Menurut Deden, jika pola seperti ini dibiarkan, pembangunan infrastruktur di Subang hanya akan menjadi “proyek siluman” yang menguntungkan segelintir pihak namun merugikan rakyat banyak.
“Proyek rehabilitasi jembatan ini sarat kejanggalan mulai dari perbedaan lokasi, metode pengerjaan asal-asalan, hingga lemahnya pengawasan,” tegas Deden.
Deden mencurigai adanya main mata kontraktor dengan pihak tertentu terbuka lebar. Menurutnya, pola kerja pemborong mementingkan efisiensi biaya dan keuntungan semata dibanding kualitas serta akuntabilitas publik.
Suara dari Lapangan
Seorang pekerja di lokasi yang enggan menyebut namanya mengaku tidak tahu menahu soal teknis pengerjaan.
“Kami hanya ikut arahan mandor. Untuk lain-lain, silakan tanyakan langsung ke mandor,” ujarnya singkat. Namun, saat dicari, sang mandor tidak berada di tempat.
Ketiadaan mandor dan pengawas lapangan justru menambah tanda tanya. Mengapa proyek senilai ratusan juta rupiah dibiarkan berjalan tanpa pengawasan ketat?
Publik Menanti Ketegasan
Hingga berita ini diturunkan, pihak kontraktor CV Kencana Wungu maupun pengawas dari Dinas PUTR Subang belum bisa dikonfirmasi. Ketidakjelasan ini memperkuat dugaan adanya praktik main mata dan lemahnya pengawasan pemerintah daerah.
Masyarakat berharap Bupati Subang tidak menutup mata terhadap kasus ini. Sebab jargon pembangunan “Subang Ngabret” akan kehilangan makna jika proyek-proyek justru dijadikan ajang mencari keuntungan pribadi tanpa memikirkan kualitas dan akuntabilitas. (BS)