Pemerintah ngotot menaikkan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Lalu apakah kenaikan PPN ini berdampak kepada inflasi?
SUBANGPOST.COM – Pemerintah telah mengumumkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai Januari 2025.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, tarif PPN di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan dengan berbagai negara di dunia, termasuk negara-negara berkembang dan anggota G20.
Menkeu mengatakan bahwa Pemerintah terus berupaya menjaga daya beli masyarakat dan menstimulasi perekonomian melalui berbagai paket kebijakan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan, salah satunya dari sisi perpajakan.
Menkeu menjelaskan, pajak merupakan instrumen penting bagi pembangunan. Dalam pemungutannya selalu mengutamakan prinsip keadilan dan gotong-royong. Prinsip ini juga mendasari penerapan kebijakan PPN 12% yang bersifat selektif untuk rakyat dan perekonomian.
“Keadilan adalah dimana kelompok masyarakat yang mampu akan membayarkan pajaknya sesuai dengan kewajiban berdasarkan undang-undang, sementara kelompok masyarakat yang tidak mampu akan dilindungi bahkan diberikan bantuan. Di sinilah prinsip negara hadir,” ungkap Menkeu dalam Konferensi Pers bertajuk “Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan” yang dilaksanakan di Jakarta, Senin (16/12).
Staf Ahli Bidang Pengawasan Pajak Kementerian Keuangan RI, Nufransa Wira Sakti menjelaskan kenaikan PPN menjadi 12% berlaku untuk semua barang dan jasa dengan pengecualian pada barang dan jasa yang terkait masyarakat banyak seperti Minyakita, tepung dan gula industri kenaikan PPN ditanggung pemerintah.
“Selain itu barang pokok yang PPN-nya sudah ditanggung pemerintah tetap tidak dikenakan PPN termasuk barang pokok seperti beras, gabah, sagu hingga jasa layanan kesehatan, pendidikan, kesehatan, angkutan umum hingga rumah susun,” jelas Nufransa.
Sementara klasifikasi barang dan jasa mewah yang kena PPN 12% masih dalam pembahasan Kementerian Keuangan RI.
Dengan tarif PPN yang dinaikkan menjadi 12 persen, pemerintah berharap dapat menambah pendapatan negara untuk membiayai program prioritas seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan pemulihan ekonomi pasca pandemi.
Meski bertujuan meningkatkan penerimaan negara, kebijakan ini menuai beragam respons dari masyarakat dan pelaku ekonomi. Di satu sisi, kenaikan tarif ini dianggap penting untuk menopang pembangunan. Di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa kebijakan ini akan menambah beban masyarakat dan menekan daya beli, khususnya di tengah ketidakpastian ekonomi global.