
SUBANGPOST.COM – Sebuah konflik agraria kembali mencuat di wilayah Kampung Karangsari (Pacing), Desa Manyingsal, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang.
Kasus ini menyeret dugaan praktik penipuan dan penyerobotan tanah yang kini mulai ditangani serius oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Praboe Justitia Wicaksana.
Pihak keluarga yang mengaku sebagai pemilik sah tanah seluas 1.120 meter persegi tersebut, Sarmah Binti Ranen, mengambil langkah tegas dengan memasang plang pemberitahuan kepemilikan di lokasi.
Papan tersebut dipasang oleh anak Sarmah, Aang Taslim, yang juga menyatakan telah memberikan kuasa penuh kepada LBH Praboe Justitia Wicaksana untuk menangani sengketa ini secara hukum.
Dalam keterangannya, Aang mengungkapkan bahwa ada individu yang mengklaim telah membeli tanah itu dari kakak kandungnya. Namun, menurutnya, transaksi tersebut tidak pernah terjadi.
“Saya tidak pernah menjual tanah ini kepada siapapun, termasuk kepada DD yang kini mengaku sebagai pemilik. Saya berani disumpah atas kebenaran ini,” ujar Aang, Selasa (22/4/2025).
LBH Praboe menilai kasus ini bukan sekadar persoalan keluarga. Namun diduga mengarah pada praktik mafia tanah yang kerap memanfaatkan celah hukum dan lemahnya literasi hukum yang dipahami warga.
“Ini bukan kejadian tunggal. Polanya berulang. Kami menduga ada jaringan mafia tanah yang sistematis dan terorganisir di Subang,” kata sumber dari LBH Praboe.
LBH Praboe Justitia Wicaksana diinformasikan akan melayangkan somasi serta menempuh langkah hukum terhadap pihak-pihak yang diduga terlibat dalam manipulasi kepemilikan tanah tersebut.
“Ini bukan hanya soal satu bidang tanah, tapi pola berulang. Kami menduga ada indikasi jaringan mafia tanah yang bekerja sistematis di wilayah Kabupaten Subang,” demikian sumber informasi dari LBH Praboe Justitia Wicaksana.
Yang mengejutkan, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) atas nama Sarmah disebut telah berpindah tangan tanpa sepengetahuan atau persetujuan keluarga.
Aang menduga ini merupakan bagian dari modus besar yang menyasar warga kurang literasi hukum.
“Kami khawatir ini adalah bagian dari modus yang lebih besar, memanfaatkan ketidaktahuan orang tua saya yang tidak sekolah dan buta hukum,” ujarnya.
LBH Praboe memastikan bahwa langkah hukum mereka telah dikomunikasikan kepada aparat desa, meskipun hingga kini belum ada tanggapan resmi dari pihak desa terkait validitas kepemilikan maupun dugaan pelanggaran administrasi tanah.
Subangpost.com masih berupaya menghubungi pihak yang dituduh melakukan penyerobotan serta perangkat desa untuk mendapatkan konfirmasi dan hak jawab atas dugaan tersebut.
Reporter: Nurdianto